icha

tentang agama...


Tentang Orang Tua, Keluarga: Ketika Semuanya Terasa Begitu Kompleks


Sebenarnya, ini adalah sebuah topik yang sudah lama saya biarkan mengendap dalam hati. Hari ini, saya merasa ini mungkin sebaiknya memang saya tuangkan ke dalam tulisan, supaya semua orang bisa membaca dan merenungkannya. Syukur-syukur kalau bisa membantu memberikan jawaban yang solutif.
Semua berawal dari kisah-kisah yang pernah dituturkan oleh beberapa teman saya, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Tentang keluarga. Tentang orang tua. Mungkin ini adalah sesuatu yang sulit untuk dimengerti atau dibayangkan ketika kalian memiliki lingkungan keluarga yang kondusif, suportif, religius, dan nyaris tidak ada masalah yang berarti. Dan jika kalian berada dalam lingkungan keluarga seperti itu, bersyukurlah. Bersyukurlah sebesar-besarnya. Saya sangat serius. Sebab, kalian tidak membutuhkan effort yang besar untuk bisa mencintai orang tua atau anggota keluarga kalian dengan tulus.
Beberapa teman saya yang kurang beruntung itu punya masalah dengan keluarganya. Masalahnya macam-macam. Broken home, punya orang tua yang tidak bertanggung jawab, seenaknya, egois. Mereka seringkali terjebak dalam kondisi-kondisi yang sangat tidak mengenakkan. Tahu ada yang salah, sudah mencoba memperbaiki, tetapi usahanya tanpa hasil, dan segudang masalah-masalah lain yang begitu complicated. Tidak jarang, semua itu memberikan dampak psikologis yang negatif kepada mereka. Menjadi tertutup, sulit mempercayai orang lain, sensitif, sulit untuk menahan emosi, terjerumus dalam pergaulan sosial yang buruk, berujung mendapatkan cap yang buruk dari orang-orang sekitarnya. Hal yang menurut saya sangat menyedihkan. Nyatanya, realita itu ada. Kehidupan macam itu ada. Bukan fiksi.
Buat mereka, kata-kata motivasi, religi, yang menyuruh mereka untuk berpegang teguh pada syariat agama, atau apa pun itu sudah sangat klise. Bicara itu mudah. Apalagi kalau bicara soal teori, idealisme, perfeksionisme. Mereka hafal, kok. Tapi kadang-kadang yang mereka butuhkan saat itu bukan itu. Kadang mereka cuma butuh didengar, tanpa justifikasi. Tanpa embel-embel “harusnya kamu tuh bla bla bla”. Tahu betapa sulitnya mencari jalan yang lurus saat lingkungan sekitar memaksa harus belok kiri atau kanan? Seperti halnya ada yang menyebabkan seseorang bisa punya pribadi yang baik, selalu ada alasan yang menyebabkan seseorang berperilaku buruk.
Tapi ada juga lho, orang-orang yang dengan kondisi keluarga seperti itu masih berusaha untuk berperilaku baik, berada di jalan yang lurus, menghindari pergaulan yang buruk, berusaha mencari sisi positif orang tua mereka (yang notabene telah bersikap egois dan semena-mena, tidak peduli terhadap perasaan anak-anaknya) dengan alasan sederhana: Tidak mau jadi anak durhaka karena sudah membenci orang tua sendiri. Ada. Mereka tahu kalau membicarakan aib keluarga, apalagi orang tua itu tidak baik, tapi di saat bersamaan mereka tidak lagi kuat untuk memendam semua itu sendirian saja. Ada saatnya berdoa kepada Tuhan saja itu tidak cukup. Sabar saja itu tidak cukup. Bagaimana pun, mereka manusia. Bukan Malaikat.
Dan sekali lagi, jika kalian tidak pernah berada dalam kondisi mereka, akan sangat sulit membayangkan berapa besar effort yang harus dilakukan untuk bisa bertahan sampai seperti itu. To keep their mind in positive state, is not as easy as flipping your hand, or writing status on social media.
Mungkin, saya termasuk orang yang pernah ada dalam kondisi serbasalah seperti itu. Meskipun tingkatnya tidak seburuk mereka. Tapi saya juga pernah merasa lebih baik saya pergi dan tinggal sendiri di kos-kosan daripada harus berada di rumah dan mendengar hal-hal yang melemahkan iman, lalu berujung menambah dosa. Saya mengerti betapa sulitnya untuk harus tetap berpikir positif saat lingkungan saya justru memberikan pengaruh negatif (dan berujung membuat saya malah terlihat seperti anak kecil).. masih banyak lagi. Tidak perlu diceritakan dengan detil. Walau begitu, saya masih termasuk kategori beruntung jika dibandingkan dengan beberapa teman saya yang lebih kurang beruntung itu.
Bersikap atau berpikir positif di lingkungan positif itu sangat mudah. Mencoba tetap bersikap atau berpikir positif di lingkungan yang negatif itu cobaan berat. Di mata saya, mereka yang masih memiliki kebesaran hati dan ketabahan dalam menghadapi permasalahan ini adalah orang yang luar biasa tangguh. Cerita-cerita mereka membuka mata saya terhadap realita hidup yang keras, tidak melulu adil dan indah.
Satu hal lagi, sebelum kalian men-judge seseorang dari kondisi keluarganya, biar saya katakan sesuatu: Kita tidak pernah bisa memilih untuk dilahirkan di keluarga yang mana. Kita tidak bisa memilih siapa orang tua kita. Suka atau tidak, itu adalah paket yang harus diterima. Tapi seseorang, terlepas dari bagaimana lingkungan keluarganya, masih punya kesempatan untuk menentukan hidupnya bakal seperti apa. Dan kalau tidak bisa membantu apa-apa, tidak perlu memberikan cap pada mereka untuk sesuatu yang tidak kamu ketahui duduk perkaranya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar